Senin, 15 April 2013

Karimun Jawa 27 maret 2013 - 1 April 2013


 TO Karimun jawa. @ Petualangan EPIK Tak Terlupakan


Karjaw-  Sebuah Kisah baru pun dimulai, tepat jam 5 sore tgl 27 maret 2013 saya bergegas untuk segera melarikan diri dari kantor dan menjemput ketenangan hidup yang telah saya rindukan untuk dapat segera saya rasakan kembali.

bergabung dengan teman-teman dari komunitas backpacker regional Jabodetabek, saya janjian dengan mereka pukul 07 malam.. tapi siaaalnya ternyata saya diisengin oleh mereka, ternyata tiket kereta api baru berangkat pukul 10 malam,

akhirnya dari pada kelamaan nunggu sesi foto-foto di KA Senen pun berlangsung.
 


 

Memburu Cantiknya Sunset dan Sunrise di Kepulauan Karimunjawa
Sunrise di Kep. Karimunjawa.



Sunset dan dan sunrise memang selalu menarik dan tidak pernah membosankan. Entah mengapa momen ini selalu dinanti-nanti banyak orang. Mereka tidak bosan-bosannya menunggu berjam-jam hanya demi menyaksikan terbit atau tenggelamnya sang surya disertai langit yang merona warna-warni. Sunset dan sunrise sudah melahirkan banyak sajak/puisi yang ditulis oleh para penyair. Sudah tak terhitung pula lukisan cahaya saat sunrise dan sunset yang telah terbingkai oleh para fotografer.
Perjalananku ke sana juga tidak luput dari memburu sunrise dan sunset. Malam itu, saya dan teman-teman menginap di salah satu rumah penduduk asli Pulau Kemujan, salah satu pulau di Karimunjawa yang berpenduduk. Malam harinya kami sudah merencanakan untuk bangun sebelum subuh untuk dapat melihat sunrise di pantai yang letaknya tidak jauh dari rumah temanku. Tetapi mungkin karena baru tiba di Pulau Kemujan saat malam harinya dan tidur larut malam, akhirnya semua kelelahan dan baru bangun jam setengah enam lewat. Saat itu langit sudah agak terang, alhasil sholat subuhpun jadi terlambat.

Akhirnya kami hanya menyusuri pantai di dekat rumah temanku dengan berjalan kaki. Pemandangan pantai sangat menawan. Meskipun begitu, sinar matahari terasa membakar kulit. Panasnya, wah jangan ditanya deh. Kami bermain-main di pantai dari matahari mulai naik sampai menjelang tengah hari.

Temanku yang orang asli penduduk karimunjawa mengatakan kalau sore ini kami bisa menyaksikan sunset di Jembatan/Dermaga Cinta. Wow namanya bagus ya, so romantic. Tempat ini berdekatan dengan Bandara Dewadaru, sebuah bandara kecil di Karimunjawa. Bisa dicapai hanya dengan berjalan kaki dari tempat kami tinggal selama di sana. Ya lumayan jauh sih, sekitar 1.5-2 km tapi kalau jalannya bareng-bareng kan jadi tidak terasa capeknya.

Selepas ashar kami berjalan menuju Jembatan Cinta. Kami melewati jalanan beraspal dan rumah-rumah penduduk yang letaknya berjauhan. Berbagai jenis tanaman dijumpai di kebun samping kanan dan kiri jalan, terutama jambu mete. Sepanjang perjalanan, kami seringkali berpapasan dengan orang yang berkendara motor, mereka itu ada yang penduduk asli maupun wisatawan baik lokal maupun asing. Mobil pick-up juga sering bersliweran, mobil ini merupakan kendaraan transportasi penduduk di sana selain motor.



Berjalan kaki sambil ngobrol tidaklah terasa. Akhirnya kami sampai di jembatan cinta. Beberapa pemuda penduduk asli kemujan tampak sedang bergerombol di atas motornya. Mereka berkumpul di jalan aspal dekat jalan setapak menuju jembatan. Ada dua jembatan di sana, yang berbentuk huruf L dan T. Kami mendatangi jembatan yang membentuk huruf L. Suasana di sana indah sekali. Ada sungai dengan air yang tenang dihiasi tanaman bakau di pinggir-pinggirnya. Dan gunung di hadapan kami yang menimbulkan refleksi di atas air sungai di bawahnya. Tapi jangan coba-coba nyemplung ke dalamnya karena katanya di situ dulu banyak buayanya. Kata temanku, jembatan ini merupakan dermaga bagi turis asing yang hendak liburan di kura-kura resort. Salah satu pulau di Karimunjawa yang katanya dihuni oleh turis asing dengan resort mewah. Jadi, setelah mereka mendarat di Bandara Dewadaru, mereka langsung menuju Dermaga Cinta. Di sana mereka akan dijemput speedboat menuju Pulau kura-kura resort.

 

 Sunset yang indah didermaga



 

Perlahan langit mulai berwarna, rona merah dan biru menghiasi ufuk timur. Agak lama menunggu, tetapi matahari tidak kunjung muncul. Sepertinya hari itu agak mendung dan berawan. Sambil menunggu, kami mulai berfoto-foto narsis untuk menghasilkan siluet. Tetapi matahari tetap malu-malu. Karena terlalu lama, beberapa teman saya kembali ke rumah tinggal untuk meneruskan tidur. Saya dan dua orang teman tetap setia menunggu munculnya sunrise. Tidak sia-sia, akhirnya yang dinanti muncul juga. Matahari muncul sedikit-demi sedikit hingga membentuk lingkaran penuh di antara dua pulau nun jauh di seberang. Entah namanya pulau apa. Langit berubah merah jingga. Warnanya tidak berbeda dengan langit di kala matahari tenggelam. Pemandangan cantik yang sayang untuk dilewatkan. Kamera saya mengabadikan momen ini dengan lensa seadanya dalam beberapa bingkai foto. Lama-kelamaan sinar matahari mulai menyilaukan, bentuknya sudah tidak lingkaran lagi. Langit juga berubah terang benderang.


PULAU KARIMUNJAWA – Pulau Utama yang Tak Kalah Mempesona

Mungkin banyak orang yang menganggap Pulau Karimunjawa hanya sekedar dermaga ataupun tempat singgah sementara. Dermaga utama Karimunjawa memang terletak di pulau seluas 4302,5 hektar ini, menjadikannya sebagai tempat pertama yang disinggahi oleh setiap orang yang datang. Pulau ini juga merupakan tempat sebagian besar masyarakat tinggal sehingga fasilitas yang ada relatif lebih lengkap dibandingkan pulau-pulau yang lain. Homestay dan hotel yang banyak bertebaran membuat kebanyakan wisatawan memilih pulau ini sebagai homebase mereka, tempat untuk pulang dan beristirahat seusai menghabiskan hari snorkeling dan menjelajah pulau-pulau kecil yang eksotik. Banyak yang tidak sadar bahwa Pulau Karimunjawa juga menyimpan potensi keindahan luar biasa.




Pertamakali menginjakkan kaki, Saya langsung terkesima dengan jernihnya air laut di dermaga dan puluhan ikan kecil yang berenang di dalamnya. Walau kecil, dermaga ini terlihat bersih dan rapi. Sebuah kantor pusat informasi wisata berdiri di dalam kompleks pelabuhan. Becak, ojek, dan beberapa mobil pick up terbuka siap menjadi alat transportasi menuju homestay ataupun penginapan. Suasana desa kecil yang akrab begitu terasa. Rumah-rumah penduduk berderet mengapit jalan-jalan sempitnya. Senyum simpul dan sapa ramah warga seolah menyambut siapa saja dengan keakraban yang khas dan bersahaja.

 
Barisan pegunungan hijau berdiri kokoh di tengah pulau. Merupakan hutan hujan tropis dataran rendah, pegunungan ini adalah habitat dari rusa, puluhan jenis burung, monyet ekor panjang, dan berbagai jenis hewan lainnya. Pohon Dewadaru (Mesua ferrea L), pohon khas Karimunjawa yang dianggap keramat oleh penduduk setempat juga tumbuh dengan suburnya di hutan ini. Jalur trekking yang cukup menantang menjadi daya tarik tersendiri bagi yang memiliki jiwa petualang. Menunggu terbitnya mentari dari atas bukit atau turun hingga ke pantai-pantai perawan nan indah di sebelah timur pulau sangat layak untuk dicoba.

Meski tak terlalu besar, Alun-alun Karimunjawa yang berada di dekat laut menjadi tempat utama warga untuk beranjangsana, duduk di bawah Pohon Kenari sambil berbincang atau mengawasi anak-anak bermain bola dan bersepeda. Tak berapa jauh di sebelah barat, terdapat sebuah dermaga nelayan. Duduk santai di atas perahu yang tertambat sambil menikmati lautan tenang yang membentang di hadapan terasa sangat menenangkan. Ketika senja tiba dan langit perlahan berubah jingga, sinar terang sang surya mulai mereda untuk kemudian turun dan menghilang di balik cakrawala. Wow, keindahannya sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Saat malam tiba, Alun-alun kembali menjadi pusat kehidupan warga. Berbagai warung yang menjual kuliner khas Karimunjawa dipenuhi oleh penduduk setempat dan juga para wisatawan. Mampir di kompleks toko souvenir menjadi alternatif untuk berburu oleh-oleh. Berbagai gantungan kunci, gelang kayu stigi dan kalimasada, kaos, hingga ikan asin dan rumput laut kering dijual disini. Ingin mencoba sesuatu yang berbeda? Dermaga nelayan menawarkan pengalaman yang tak terlupakan, duduk di atas perahu sambil menikmati damainya malam dan menatap kerlip ribuan bintang.



 

PULAU CEMARA BESAR - Surga yang Hilang dengan Hutan Terlarang


Seindah surga. Itulah kesan pertama ketika perahu kecil yang Saya tumpangi mulai mendekati Pulau Cemara Besar. Langit biru yang cerah, perahu-perahu nelayan yang sesekali berpapasan, serta jernihnya air laut dengan gradasi warna ungu dan biru muda tak henti mengundang decak kagum. Pulau kecil yang dibingkai pantai berpasir putih dengan latar belakang hutan cemara begitu kontras dengan warna biru laut di sekelilingnya.

Mendadak perahu berhenti. Tunggu dulu, daratan kan masih jauh di depan sana? Ternyata lepas pantai ini adalah lokasi snorkeling kami. Bagian laut berwarna biru muda tak begitu dalam sehingga cocok sebagai tempat untuk sekedar main air atau belajar berenang. Dasarnya berupa pasir putih yang lembut, terlihat jelas dari atas perahu. Beberapa kelompok ikan kecil sesekali melintas.

Berenang ke perbatasan perairan yang berwarna keunguan, tanda kedalaman semakin bertambah, keindahan terumbu karang berbagai bentuk dan warna mulai menyapa. Indonesia adalah negara dengan total luas terumbu karang sekitar 51.000 km persegi atau 18% dari seluruh terumbu karang di dunia (The Nature Conservancy). Mulai dari table coral yang sekilas mirip jamur raksasa, brain coral, staghorn coral yang mulai terancam punah, hingga terumbu karang kecil berwarna-warni mirip buah berry dengan alga hijau di sekelilingnya membuat dasar laut terlihat begitu indah.

Di tengah taman terumbu karang ini, kerapu kuning berbintik hitam, gerombolan ikan kecil cantik berwarna hitam dan hijau kebiruan, serta berbagai jenis ikan lainnya terlihat berenang ke sana kemari. Tengah asyik mengagumi keindahan taman laut luar biasa ini, mendadak muncul seekor ikan badut. Waaaah, kaget bercampur penasaran membuat saya ingin bermain dengan ikan badut tersebut digenggaman tangan saya, suatu keseruan yang luar biasa.



Daratan Pulau Cemara Besar tidak kalah cantik dengan keindahan surga bawah lautnya. Perairan dangkal tidak memungkinkan perahu untuk merapat sehingga satu-satunya cara adalah berjalan kaki untuk mencapai pantai. Pasir putih yang sangat lembut terhampar di sepanjang garis pantainya. Pulau kecil seluas 3,5 hektar ini tidak berpenghuni dan hanya berisi hutan cemara. Kicau merdu burung seolah memanggil untuk menjelajahi hutan perawan ini. Namun sayang, guide lokal tidak mengijinkan dan hanya memperbolehkan Saya untuk berjalan mengelilingi pulau menyusuri garis pantainya. Meski penasaran, Saya cukup puas menikmati keindahan pantai yang sebagian besar merupakan padang lamun tempat berkembangbiaknya udang dan ikan. Gosongan pasir putih yang menjorok ke laut menjadi tempat yang tepat untuk sunbathing dan menikmati keheningan alam yang begitu menenangkan.

PULAU MENJANGAN KECIL - Snorkeling dan Camping di Menjangan Kecil



Pulau Menjangan Kecil adalah salah satu spot snorkeling yang cukup populer di Karimunjawa. Perairannya tenang dengan air yang jernih dan hangat khas laut daerah tropis. Spot snorkeling terletak cukup jauh dari garis pantai dengan kedalaman sekitar 2 sampai 5 meter. Meski belum begitu mahir berenang, Saya nekat melompat ke dalam air setelah memasang life jacket, fin dan snorkel gear. Keputusan yang sangat tepat karena terumbu karang di dasar laut ini cukup luas dan merata.

Di antara karang-karang batu Acropora sp yang mendominasi, ikan kakap hitam dan kerapu mengintip dari sela-sela cabangnya. Seekor kerang kima hitam yang cantik juga sempat terlihat. Jenis kerang ini dulu sempat populer sebagai salah satu makanan khas penduduk Karimunjawa, namun sekarang keberadaannya dilindungi oleh pemerintah. Terumbu karang berbentuk daun dari jenis Montipora Foliosa terlihat seolah bermekaran dengan warna putih, kuning, hingga keemasan diantara staghorn coral.

Beberapa bongkah batu besar berwarna merah hati berdiri menjulang dan biasa dimanfaatkan sebagai tempat untuk berdiri atau beristirahat ketika rasa lelah mulai terasa di sela-sela snorkeling. Di beberapa tempat, dasar laut menjadi dangkal dan terumbu karang tumbuh dengan jarak yang sangat dekat dengan permukaan. Di sinilah semua orang harus ekstra hati-hati agar tidak menginjak dan mematahkan karang yang membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk tumbuh.

Hari semakin siang ketika kami memutuskan untuk naik ke atas perahu dan berlayar menuju ke daratan. Meski Pulau Menjangan Kecil sudah dilengkapi dengan resort yang disewakan, namun beberapa bagian dari pulau masih relatif alami dengan hanya menampakkan pohon-pohon kelapa yang menjulang tinggi. Semilir angin di pantai berpasir putih indah memberikan kesan damai dan tenang.



Pulau yang terletak sekitar 15 menit ke arah selatan Pulau Karimunjawa ini sering disinggahi oleh orang-orang yang merapat untuk sekedar beristirahat dan makan siang. Membakar ikan sendiri di atas api unggun yang dibuat dengan ranting-ranting pohon seadanya memberikan sensasi dan kenikmatan tersendiri saat menyantapnya. Suara cicit burung yang merdu dan angin sepoi-sepoi serasa membius untuk terus menikmati kesunyian dan ketenangan yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan. Tertarik untuk camping? Beberapa spot di pulau ini merupakan camping area yang siap menjadi tempat bagi Anda yang ingin sejenak menghilang dari peradaban.


PULAU MENJANGAN BESAR - Uji Nyali Bersama Predator Berbahaya

Pulau Menjangan Besar yang terletak sekitar 10 menit sebelah selatan Pulau Karimunjawa menawarkan pengalaman wisata yang tidak biasa, yaitu kesempatan untuk berenang bersama ikan hiu! Pulau seluas 56 hektar ini memiliki 2 kolam penangkaran dengan kelompok-kelompok hiu yang sudah menunggu Anda untuk "bermain" bersama mereka.



Sekelompok Blacktip Reef Shark yang menghuni salah satu kolam menjadi favorit bagi beberapa orang karena ukurannya yang tidak terlalu besar. Rata-rata hiu dewasa “hanya” memiliki panjang 1,6 meter. Di antara jenis hiu karang lainnya, Blacktip Reef Shark memang dikenal menyukai perairan dangkal berpasir. Bahkan kadang-kadang mereka juga masuk ke perairan payau dan juga sungai air tawar. Meski merupakan predator aktif yang memangsa ikan-ikan kecil, lobster, udang, kepiting, cumi-cumi, dan bahkan ular laut dan burung, jenis hiu ini cenderung jarang membahayakan manusia, kecuali jika dipancing dengan makanan. Nah, Pulau Menjangan Besar ini memberikan kesempatan untuk masuk ke dalam kolam berisi sekelompok Blacktip Reef Shark sementara beberapa orang melemparkan potongan ikan segar ke sekeliling Anda untuk menarik perhatian sang hiu. Beranikah Anda mencoba? Bila merasa jenis hiu kecil ini tidak cukup menantang adrenalin, Anda bisa mencoba sebuah kolam lain yang berisi hiu-hiu hitam berukuran lebih besar.



Tak hanya hiu, Pulau Menjangan Besar juga memiliki kolam penangkaran penyu dengan puluhan tukik atau anak penyu yang nantinya akan dilepas di lautan bebas. Sebagai satu diantara sedikit tempat yang menjadi habitat dari satwa langka penyu sisik dan penyu hijau, Kepulauan Karimunjawa memang cukup konsisten untuk melindungi mereka dari kepunahan.

Sebagaimana pulau-pulau lainnya di Karimunjawa, Menjangan Besar dikelilingi oleh pantai berpasir putih yang indah. Di sisi lain pulau terdapat sebuah gosong yang oleh penduduk setempat disebut sebagai Gosong Abadi. Gosongan kecil dengan taburan pasir putih yang sangat lembut ini dihiasi oleh pohon-pohon bakau kecil yang baru tumbuh dengan suburnya. Demikian juga dengan perairan pantai di sekeliling gosongan ini. Akar bakau yang kuat mencengkeram ke dalam perut bumi, menjanjikan perlindungan bagi anak ikan dan udang di masa yang akan datang. Tempat ini mungkin “hanya” sekedar pantai berpasir putih yang cantik. Namun beberapa puluh tahun yang akan datang, gosong ini akan menjelma menjadi hutan bakau, surga yang akan menjaga kelangsungan hidup berbagai ekosistem di sekitarnya.



PULAU TENGAH - Oase Istimewa di Tengah Laut Jawa

Keindahan biota laut perairan Pulau Tengah tak perlu lagi dipertanyakan. Didominasi oleh hard corals seperti terumbu karang dari keluarga acroporidae dan juga table coral, di beberapa sudut terlihat sea anemone yang melambai-lambai. Dimana ada sea anemone, dapat dipastikan bahwa tempat itu juga merupakan surga bagi ikan-ikan badut yang lucu dan menggemaskan.

Ikan badut alias anemonefish dengan warna tubuhnya yang menarik merupakan pemikat mangsa anemone untuk mendekat. Mereka juga membersihkan terumbu karang ini dari sisa-sisa makanannya. Sebagai imbal baliknya, anemone melindungi ikan ini dari para predator dengan tentakelnya. Terumbu karang yang masih merupakan kerabat jauh ubur-ubur ini memang memiliki tentakel yang cukup berbisa dan dapat menimbulkan rasa gatal di kulit manusia yang tersentuh olehnya. Banyak titik snorkeling di Pulau Tengah yang menjadi surga bagi anemone dan ikan badutnya. Saya bahkan sempat terlihat seekor ikan badut dengan tiga garis warna; orange, putih, dan ungu kehitaman.

Terletak sekitar 1,5 jam perjalanan dari mainland, Pulau Tengah ibarat sebuah oase di tengah laut. Pulau seluas 4 hektar ini adalah salah satu tempat favorit untuk merapat dan membakar ikan. Sebuah warung makan kecil berbentuk rumah panggung menyajikan kelapa muda, minuman hangat, dan juga gorengan sebagai pelengkap makan siang yang nikmat. Dua buah resort dibangun di antara pohon-pohon kelapa, siap menjadi tempat beristirahat dan menginap. Bila ingin merasakan sensasi yang berbeda, 3 resort apung lengkap dengan kolam penangkaran ikan hiu di depannya juga tersedia.


Sebagaimana pulau-pulau lainnya di Kepulauan Karimunjawa, pulau ini juga berhiaskan pantai indah berpasir putih dengan perairan yang jernih. Listrik bertenaga generator hanya dinyalakan ketika ada tamu yang menginap. Selebihnya, hanya nyala temaram pelita minyak tanah yang menerangi. Tak ada sinyal handphone, apalagi jaringan internet. Berbaring di atas hammock yang terayun pelan sambil menikmati angin sepoi-sepoi akan seketika menghilangkan penat seusai snorkeling dan berenang.

Tak terlalu jauh dari Pulau Tengah, terdapat sebuah gosong yang biasa disebut Gosong Tengah. Dengan lebar tak sampai 3 meter dan panjang kurang dari 100 meter, daratan pasir putih ini seolah timbul begitu saja di tengah lautan. Dua batang kayu disilangkan di dekatnya sebagai pertanda kedalaman laut yang mendangkal. Berjalan menuju gosong ini, sempat terlihat seekor ikan pari berenang dengan cepat dan anggun. Seekor triton terompet (Charonia tritonis) tergeletak di salah satu sudut dasar laut, tak terlalu jauh dari daratan. So, tertarik untuk merasakan pengalaman bak terdampar di tengah laut ala film-film Hollywood? :)

Selasa, 18 Desember 2012

Wisata Kuliner di abang kepiting - pontianak

Kulinari? Hmmm... mungkin inilah satu khas Pontianak yang bisa saya tunjukkan tentang kota yang  saya coba datangi ini berasama teman-teman

Ya! Makanannya. Dari restoran mewah hingga ke kaki lima, Pontianak bertabur dengan penjual makanan. Di saat matahari belum muncul para penjaja makanan sudah bersiap-siap dengan aneka sarapan pagi bagi para atlet kota. Bubur Padas, Bubur Ikan, Bubur Ayam, Bubur Daging Sapi, Bubur Babi, Kwe Cap, Tau Suan, Bakmi Kepiting. Ketika subuh sudah menyingkir dan langit telah cerah para pemburu gosip mulai bertualang dari warung kopi ke warung kopi, mencari aroma dan cita rasa terbaik sambil sesekali mencari tahu kejadian terbaru di lintasan Khatulistiwa.

Ketika tengah hari tiba, panas matahari di siang paling terik pun tidak bisa mencegah hasrat para pemburu makanan mencoba aneka masakan yang tersedia. Ayam Goreng Suib, Bakso Ikan, Bakso Sapi Gepeng, Kwetiaw Goreng, Nasi Campur, Nasi Kari, Sate Babi dan entah apa lagi. Perut kenyang dan mata pun mulai suntuk.

Tidak terasa matahari sudah mulai terbenam di ufuk barat. saya bersama teman - teman sudah mulai mencari tempat makanan yang enak, hmmmm bingung juga dengan beragam pilihan tempat makan? Apakah ke Pondok Kakap mencicipi Kepiting Asap nya yang terkenal? Atau ke Restoran Gajahmada mencoba Sayur Pakis khas Kalimantan yang di Yam dengan rebon udang? Bagaimana dengan Bistik Sapi, Bistik Ayam, Hekeng dan Hoico di Restoran Hawaii yang sudah 3 generasi itu? Hmmm... kalau dipikir pikir suasana santai di Abang Kepiting atau Pondok 18 sambil menikmati Ikan Bakar juga menggoda selera. Oh ya, kalau tidak... mungkin sebaiknya ke Warung Dangau dengan masakan khas Melayu nya? Kerapu Asam dan Ikan Terinya sedaap dinikmati dengan nasi putih hangat. ah... entahlah, masih banyak pilihan lainnya.

Sementara itu di pinggir-pinggir jalan para pedagang sotong pangkong, chaikue panas, saumai, sate babi, kwekia theng, liang teh, cendol, air tahu, es lidah buaya, bubur pesawat, kokue goreng, pisang goreng, dan pedagang lainnya juga telah siap menyambut para warga kota yang hendak melepas lelah setelah seharian bekerja di cuaca yang panas, dengan mencicipi aneka jajanan mereka. Di antaranya, terselip para pedagang durian, langsat dan jeruk Pontianak yang terus menggoda mereka untuk mencicipi buah yang baru mereka panen.

akhir nya saya dan teman-teman memutuskan untuk makan seafood, di abang kepiting yang melegendaris
asikkkk.. ternyata di sini kita bisa pilih-pilih kepiting segar sebelum diolah..

teman saya ayu nampak nya sudah sangat lapar dan dia langsung mengambil buku menu dan mendatangi kami semua untuk segera memesan makanan.

akhir nya kami memesan cukup banyak menu, dari kepiting, kakap bakar, sup pari pedas , udang bakar madu, sayur-sayuran ....





akhrinyaaa menu yang di tunggu datang juga, saya langsung mengambil potongan kepiting terbesar dan langsung menyerupuuttttnya..... hmmmmm sunggguh sangat lezat... bumbu yang sangat gurih ditambah daging kepiting yang manis membuat lidah dan mulut tak berhenti untuk terus mengunyah...


sungguh sensasi wisata kuliner yang sangat luar biasa tak terlupakan....... saat nya back to hotel.. perut kenyang dan puas dengan apa yang dimakan....

saaat nya bermimpi indah dan bangun pagi hari untuk sebuah pengalaman yang baru nanti........

Sinka Island Park, Menikmati Wisata di Tiga Lokasi dalam Sehari di KALBAR





Keinginan yang sudah cukup lama untuk melakukan eksplorasi bumi kalimantan barat terwujud juga, dengan tujuan Sinka Island Park, senang nya saat kaki pertama kali menjejakan kaki di  Sinka Island Park, sebuan kawasan wisata andalan yang berada di daerah Singkawang Kalimantan Barat, sekitar tiga jam perjalanan dari Pontianak.
Selain pantai Pasir Panjang, sebuah lokasi wisata alam yang lebih dahulu dikenal masyarakat, kawasan Sinka Island Park dibangun dengan menggabungkan konsep wisata pantai dan kebun binatang. Selama ini, saya hanya tahu tempat wisata tersebut dari cerita teman kerja dan melihat foto-fotonya di internet.
Rasa penasaran untuk melihat langsung akhirnya terjawab, ketika tanggal 21 Agustus yang lalu, saya dan teman2, enam orang, menyewa kendaraan langganan bepergian ke sana. Kendaraan yang disewa dengan tarif Rp.700.000 per hari, sudah termasuk biaya BBM dan sopir.
Karena memerlukan waktu tempuh 3 jam dan bertepatan dengan masa libur lebaran, saya merencanakan berangkat dari Pontianak pukul 06.00 WIB untuk menghindari kemacetan di jalan. Pukul 05.50 WIB, kendaraan sewaan sudah bersiap-siap di depan rumah.
Setelah berfoto bersama dengan keluarga di halaman depan rumah, kami berangkat sesuai jadwal. Pada saat berada di dalam kota, lalu lintas masih cukup lengang. Demikian juga ketika kendaraan meninggalkan kota Pontianak. Tidak terjadi kemacetan seperti yang terjadi pada hari-hari biasa.
Menurut Pak Aban, sopir kendaraan sewaan yang sering membawa penumpang ke Sinka Island Park, ada beberapa obyek wisata yang berada di Sinka Island Park, yaitu Sinka Zoo, Rindu Alam, pantai Simping dan pantai Bajau.
Karena tidak merencanakan menginap di Sinka Island Park, pagi berangkat sore pulang, kami memutuskan mengunjungi tiga obyek wisata, yaitu Sinka Zoo, pantai Simping dan pantai Bajau. Rindu Alam tidak kami pilih, karena lokasinya berupa areal hutan yang berbukit-bukit, hampir mirip dengan tempat kerja saya di camp.
1. Sinka Zoo.
Sekitar pukul 09.00 WIB, kami tiba di kawasan wisata Sinka Island Park. Obyek pertama tujuan kami adalah Sinka Zoo, sebuah lokasi kebun binatang yang memiliki kondisi topografi berbukit-bukit. Setelah membayar tiket masuk Rp 10.000 per orang pada petugas berseragam safari hitam lengan panjang yang menghampiri kami, kendaraan diperbolehkan memasuki kawasan wisata.
Saya agak kaget waktu membayar, karena meskipun kami bertujuh, tapi tiketnya dihitung  untuk empat orang. Saya sempat tanyakan ke pak Aban dan dijelaskan kalau yang dibayar adalah pengunjung dewasa, sedangkan dua anak kami yang masih berumur 5 tahun dan 6,5 tahun tidak dihitung. “Terus pak Aban sendiri kenapa tidak diminta membayar?”, tanya saya penasaran. Sambil tersenyum dia mengatakan kalau kendaraan taksi yang mengantar pengunjung tidak perlu bayar tiket masuk.
Hampir sama dengan obyek wisata Taman Safari, dengan menggunakan kendaraan sewaan tadi, kami berkeliling melihat berbagai satwa yang berada di kiri kanan jalan. Bedanya adalah di Sinka Zoo, satwa tidak dibiarkan lepas, tetapi tetap berada di dalam kandang. Namun, pengunjung dapat turun dari kendaraan untuk memotret dan memberi makan satwa tertentu seperti rusa serta dan kerbau albino.


Pada saat memberi makan satwa, petugas kebun binatang telah menyediakan makanan berupa rumput dalam karung yang diletakkan di bagian depan kandang. Anak ketiga dan keempat, Andra dan Nabil sangat senang dan bersemangat ketika memberi makan kerbau albino. Suatu hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Di lokasi Sinka Zoo ini juga terdapat jenis satwa lain seperti gajah, burung merak, burung kakatua, kera, siamang, burung elang laut, beruang madu, singa, harimau dan ular. Masing-masing berada di dalam kandang yang dibuat dalam ukuran memadai seperti di habitat asalnya.
Ada satu hal yang menarik di sini, saya berkesempatan melihat ular sanca albino yang berasal dari Brasil. Ular yang berumur 4 tahun, berkelamin betina dan berwarna kuning di bagian punggungnya itu sedang dikeluarkan dari kandangnya oleh sang pawang. Pengunjung yang tertarik dan tidak geli diperbolehkan untuk memegang dan memotret.

2. Pantai Simping

Untuk menuju lokasi pantai Simping, dengan berkendaraan kami menuruni jalan melingkar dari Sinka Zoo. Setelah kurang lebih 10 menit, kami tiba di pos penjualan tiket. Sama seperti waktu kami memasuki Sinka Zoo, di pos tersebut kami tidak perlu turun dari kendaraan untuk membeli tiket. Ada petugas cewek yang menghampiri kami dan menghitung jumlah penumpang dewasa. Empat tiket dengan harga masing-masing Rp 15.000, sama seperti di Sinka Zoo.
Kondisi pantai Simping lebih ramai dibandingkan Sinka Zoo. Areal parkir penuh dengan sepeda motor, mobil pribadi dan bis. Tampaknya para pengunjung lebih tertarik melihat pantai daripada kebun binatang. Di lokasi ini juga terdapat banyak warung makanan dan minuman, penjaja souvenir dari kulit kerang, kolam renang serta meja kursi yang disediakan di sepanjang tepi pantai. Namun sayang, kondisi pantainya berlumpur, sehingga para pengunjung banyak yang memilih berenang di kolam renang, duduk-duduk di tepi pantai atau menyeberang jembatan untuk melihat pulau terkecil di dunia.
Di lokasi ini kami menyempatkan diri untuk makan siang karena waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB. Bekal makan siang telah disiapkan istri dan anak – anak dari rumah. Nasi, rolade, tumis buncis, kami santap bersama-sama dengan pesanan kelapa muda seharga Rp 8.000 per butir.

3. Pantai Bajau

Setelah menikmati makan siang, kami menuju pantai Bajau. Dari arah pantai Simping, kendaraan melalui rute jalan yang menanjak dan memutar. Setelah itu, turun ke arah tempat parkir.
Rupanya untuk memasuki lokasi ini, para pengunjung juga harus membayar lagi tiket masuk. Harganya Rp 20.000 per orang. Hitung-hitung,untuk mengunjungi tiga obyek wisata tersebut, saya harus mengeluarkan uang Rp 200.000 untuk membeli tiket masuk.
Sama seperti di Sinka Zoo dan pantai Simping, pada saat mendekati pos penjualan tiket, ada petugas yang menghampiri kami dan menengok ke dalam kendaraan untuk menghitung jumlah penumpang yang harus membayar tiket.
Setelah menerima tiket, kami mencari tempat yang agak luas untuk memarkir kendaraan. Di dekat pintu masuk, tidak terlihat ada petugas parkir yang mengatur kendaraan seperti di pantai Simping, sehingga para pengunjung dengan seenaknya memarkir kendaraannya.
Baru setelah berjalan sekitar 300 meter, kami menemukan tempat parkir yang agak luas dan dekat dengan area permainan. Di lokasi ini tampak beberapa tempat baru didirikan, seperti mushola dan tempat mandi.

Berbeda dengan pantai Simping yang berlumpur dan pantai Pasir Panjang, di sepanjang pantai Bajau banyak dijumpai batu-batu besar, sehingga menyulitkan bagi pengunjung untuk berenang. Meskipun demikian, pihak pengelola menyediakan atraksi wisata pantai berupa perahu pisang (banana boat), perahu yang mampu membawa 6 orang penumpang dan ditarik menggunakan speed boat ke arah laut. Tarifnya untuk 6 orang adalah Rp 200.000 selama 15 menit.
Cukup banyak pengunjung yang tertarik naik perahu pisang. Karena hanya disediakan 2 buah perahu pisang, pengunjung harus antri menunggu giliran untuk naik.

Selain itu, di lokasi ini juga ada perahu berbentuk bebek yang juga dapat dinikmati oleh pengunjung untuk berkeliling danau di tepi pantai. Sewanya Rp 20.000 per orang selama 15 menit.
Lokasi pantai Bajau bersebelahan dengan pantai Pasir Panjang dan hanya dipisahkan oleh parit buatan selebar sekitar 2 meter. Beberapa pengunjung yang berada di pantai Bajau, secara tidak sengaja sempat melintas dan bermain-main ke pantai Pasir Panjang. Jika ketahuan petugas, mereka akan diminta supaya kembali ke pantai Bajau. Demikian juga sebaliknya, jika ada pengunjung pantai Pasir Panjang yang mencoba melintas ke pantai Bajau.

Hal tersebut sering terjadi karena ketidaktahuan para pengunjung. Seharusnya pihak pengelola membuat batas berupa pagar dan didirikan papan himbauan atau pengumuman yang mudah dibaca pengunjung.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB dan saatnya untuk bersiap-siap pulang. Sebenarnya, kami masih ingin ke kota Singkawang melihat obyek wisata lainnya. Kata pak Aban, jaraknya sekitar 17 km lagi. Karena waktu sudah sore dan khawatir terjebak kemacetan, akhirnya saya memutuskan kembali ke Pontianak.
Benar-benar sebuah wisata yang lengkap dan berkesan, mulai dari kebun binatang hingga pantai. Saya dan teman - teman sangat puas, karena dalam sehari dapat melihat tiga obyek wisata yang berbeda dalam satu lokasi.