Kulinari? Hmmm... mungkin inilah satu khas Pontianak yang bisa saya tunjukkan tentang kota yang saya coba datangi ini berasama teman-teman
Ya! Makanannya. Dari restoran mewah hingga ke kaki lima, Pontianak
bertabur dengan penjual makanan. Di saat matahari belum muncul para
penjaja makanan sudah bersiap-siap dengan aneka sarapan pagi bagi para
atlet kota. Bubur Padas, Bubur Ikan, Bubur Ayam, Bubur Daging Sapi,
Bubur Babi, Kwe Cap, Tau Suan, Bakmi Kepiting. Ketika subuh sudah
menyingkir dan langit telah cerah para pemburu gosip mulai bertualang
dari warung kopi ke warung kopi, mencari aroma dan cita rasa terbaik
sambil sesekali mencari tahu kejadian terbaru di lintasan Khatulistiwa.
Ketika tengah hari tiba, panas matahari di siang paling terik pun tidak
bisa mencegah hasrat para pemburu makanan mencoba aneka masakan yang
tersedia. Ayam Goreng Suib, Bakso Ikan, Bakso Sapi Gepeng, Kwetiaw
Goreng, Nasi Campur, Nasi Kari, Sate Babi dan entah apa lagi. Perut
kenyang dan mata pun mulai suntuk.
Tidak terasa matahari sudah mulai terbenam di ufuk barat. saya bersama teman - teman sudah mulai mencari tempat makanan yang enak, hmmmm bingung juga dengan beragam pilihan tempat makan? Apakah ke Pondok Kakap
mencicipi Kepiting Asap nya yang terkenal? Atau ke Restoran Gajahmada
mencoba Sayur Pakis khas Kalimantan yang di Yam dengan rebon udang?
Bagaimana dengan Bistik Sapi, Bistik Ayam, Hekeng dan Hoico di Restoran
Hawaii yang sudah 3 generasi itu? Hmmm... kalau dipikir pikir suasana
santai di Abang Kepiting atau Pondok 18 sambil menikmati Ikan Bakar juga
menggoda selera. Oh ya, kalau tidak... mungkin sebaiknya ke Warung
Dangau dengan masakan khas Melayu nya? Kerapu Asam dan Ikan Terinya
sedaap dinikmati dengan nasi putih hangat. ah... entahlah, masih banyak
pilihan lainnya.
Sementara itu di pinggir-pinggir jalan para pedagang sotong pangkong,
chaikue panas, saumai, sate babi, kwekia theng, liang teh, cendol, air
tahu, es lidah buaya, bubur pesawat, kokue goreng, pisang goreng, dan
pedagang lainnya juga telah siap menyambut para warga kota yang hendak
melepas lelah setelah seharian bekerja di cuaca yang panas, dengan
mencicipi aneka jajanan mereka. Di antaranya, terselip para pedagang
durian, langsat dan jeruk Pontianak yang terus menggoda mereka untuk
mencicipi buah yang baru mereka panen.
akhir nya saya dan teman-teman memutuskan untuk makan seafood, di abang kepiting yang melegendaris
asikkkk.. ternyata di sini kita bisa pilih-pilih kepiting segar sebelum diolah..
teman saya ayu nampak nya sudah sangat lapar dan dia langsung mengambil buku menu dan mendatangi kami semua untuk segera memesan makanan.
akhir nya kami memesan cukup banyak menu, dari kepiting, kakap bakar, sup pari pedas , udang bakar madu, sayur-sayuran ....
akhrinyaaa menu yang di tunggu datang juga, saya langsung mengambil potongan kepiting terbesar dan langsung menyerupuuttttnya..... hmmmmm sunggguh sangat lezat... bumbu yang sangat gurih ditambah daging kepiting yang manis membuat lidah dan mulut tak berhenti untuk terus mengunyah...
sungguh sensasi wisata kuliner yang sangat luar biasa tak terlupakan....... saat nya back to hotel.. perut kenyang dan puas dengan apa yang dimakan....
saaat nya bermimpi indah dan bangun pagi hari untuk sebuah pengalaman yang baru nanti........
Selasa, 18 Desember 2012
Sinka Island Park, Menikmati Wisata di Tiga Lokasi dalam Sehari di KALBAR
Keinginan
yang sudah cukup lama untuk melakukan eksplorasi bumi kalimantan barat terwujud juga, dengan tujuan Sinka Island Park, senang nya saat kaki pertama kali menjejakan kaki di Sinka Island Park, sebuan kawasan wisata andalan yang
berada di daerah Singkawang Kalimantan Barat, sekitar tiga jam perjalanan dari
Pontianak.
Selain
pantai Pasir Panjang, sebuah lokasi wisata alam yang lebih dahulu dikenal
masyarakat, kawasan Sinka Island Park dibangun dengan menggabungkan konsep
wisata pantai dan kebun binatang. Selama ini, saya hanya tahu tempat wisata
tersebut dari cerita teman kerja dan melihat foto-fotonya di internet.
Rasa
penasaran untuk melihat langsung akhirnya terjawab, ketika tanggal 21 Agustus
yang lalu, saya dan teman2, enam orang, menyewa kendaraan langganan bepergian
ke sana. Kendaraan yang disewa dengan tarif Rp.700.000 per hari, sudah termasuk
biaya BBM dan sopir.
Karena
memerlukan waktu tempuh 3 jam dan bertepatan dengan masa libur lebaran, saya
merencanakan berangkat dari Pontianak pukul 06.00 WIB untuk menghindari
kemacetan di jalan. Pukul 05.50 WIB, kendaraan sewaan sudah bersiap-siap di
depan rumah.
Setelah
berfoto bersama dengan keluarga di halaman depan rumah, kami berangkat sesuai
jadwal. Pada saat berada di dalam kota, lalu lintas masih cukup lengang.
Demikian juga ketika kendaraan meninggalkan kota Pontianak. Tidak terjadi
kemacetan seperti yang terjadi pada hari-hari biasa.
Menurut
Pak Aban, sopir kendaraan sewaan yang sering membawa penumpang ke Sinka Island
Park, ada beberapa obyek wisata yang berada di Sinka Island Park, yaitu Sinka
Zoo, Rindu Alam, pantai Simping dan pantai Bajau.
Karena
tidak merencanakan menginap di Sinka Island Park, pagi berangkat sore pulang,
kami memutuskan mengunjungi tiga obyek wisata, yaitu Sinka Zoo, pantai Simping
dan pantai Bajau. Rindu Alam tidak kami pilih, karena lokasinya berupa areal
hutan yang berbukit-bukit, hampir mirip dengan tempat kerja saya di camp.
Sekitar pukul 09.00 WIB, kami tiba di kawasan wisata Sinka
Island Park. Obyek pertama tujuan kami adalah Sinka Zoo, sebuah lokasi kebun
binatang yang memiliki kondisi topografi berbukit-bukit. Setelah membayar tiket
masuk Rp 10.000 per orang pada petugas berseragam safari hitam lengan panjang
yang menghampiri kami, kendaraan diperbolehkan memasuki kawasan wisata.
Saya agak kaget waktu membayar, karena meskipun kami
bertujuh, tapi tiketnya dihitung untuk empat orang. Saya sempat tanyakan
ke pak Aban dan dijelaskan kalau yang dibayar adalah pengunjung dewasa,
sedangkan dua anak kami yang masih berumur 5 tahun dan 6,5 tahun tidak
dihitung. “Terus pak Aban sendiri kenapa tidak diminta membayar?”, tanya saya
penasaran. Sambil tersenyum dia mengatakan kalau kendaraan taksi yang mengantar
pengunjung tidak perlu bayar tiket masuk.
Hampir
sama dengan obyek wisata Taman Safari, dengan menggunakan kendaraan sewaan tadi,
kami berkeliling melihat berbagai satwa yang berada di kiri kanan jalan.
Bedanya adalah di Sinka Zoo, satwa tidak dibiarkan lepas, tetapi tetap berada
di dalam kandang. Namun, pengunjung dapat turun dari kendaraan untuk memotret
dan memberi makan satwa tertentu seperti rusa serta dan kerbau albino.
Pada
saat memberi makan satwa, petugas kebun binatang telah menyediakan makanan
berupa rumput dalam karung yang diletakkan di bagian depan kandang. Anak ketiga
dan keempat, Andra dan Nabil sangat senang dan bersemangat ketika memberi makan
kerbau albino. Suatu hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Di
lokasi Sinka Zoo ini juga terdapat jenis satwa lain seperti gajah, burung
merak, burung kakatua, kera, siamang, burung elang laut, beruang madu, singa,
harimau dan ular. Masing-masing berada di dalam kandang yang dibuat dalam
ukuran memadai seperti di habitat asalnya.
Ada
satu hal yang menarik di sini, saya berkesempatan melihat ular sanca albino
yang berasal dari Brasil. Ular yang berumur 4 tahun, berkelamin betina dan
berwarna kuning di bagian punggungnya itu sedang dikeluarkan dari kandangnya
oleh sang pawang. Pengunjung yang tertarik dan tidak geli diperbolehkan untuk
memegang dan memotret.
2. Pantai Simping
Untuk menuju lokasi pantai Simping, dengan berkendaraan kami
menuruni jalan melingkar dari Sinka Zoo. Setelah kurang lebih 10 menit, kami
tiba di pos penjualan tiket. Sama seperti waktu kami memasuki Sinka Zoo, di pos
tersebut kami tidak perlu turun dari kendaraan untuk membeli tiket. Ada petugas
cewek yang menghampiri kami dan menghitung jumlah penumpang dewasa. Empat tiket
dengan harga masing-masing Rp 15.000, sama seperti di Sinka Zoo.
Kondisi pantai Simping lebih ramai dibandingkan Sinka Zoo.
Areal parkir penuh dengan sepeda motor, mobil pribadi dan bis. Tampaknya para
pengunjung lebih tertarik melihat pantai daripada kebun binatang. Di lokasi ini
juga terdapat banyak warung makanan dan minuman, penjaja souvenir dari kulit
kerang, kolam renang serta meja kursi yang disediakan di sepanjang tepi pantai.
Namun sayang, kondisi pantainya berlumpur, sehingga para pengunjung banyak yang
memilih berenang di kolam renang, duduk-duduk di tepi pantai atau menyeberang
jembatan untuk melihat pulau terkecil di dunia.
Di lokasi ini kami menyempatkan diri untuk makan siang
karena waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB. Bekal makan siang telah
disiapkan istri dan anak – anak dari rumah. Nasi, rolade, tumis buncis, kami
santap bersama-sama dengan pesanan kelapa muda seharga Rp 8.000 per butir.
3. Pantai Bajau
Setelah menikmati makan siang, kami menuju pantai Bajau.
Dari arah pantai Simping, kendaraan melalui rute jalan yang menanjak dan
memutar. Setelah itu, turun ke arah tempat parkir.
Rupanya untuk memasuki lokasi ini, para pengunjung juga
harus membayar lagi tiket masuk. Harganya Rp 20.000 per orang.
Hitung-hitung,untuk mengunjungi tiga obyek wisata tersebut, saya harus
mengeluarkan uang Rp 200.000 untuk membeli tiket masuk.
Sama seperti di Sinka Zoo dan pantai Simping, pada saat
mendekati pos penjualan tiket, ada petugas yang menghampiri kami dan menengok
ke dalam kendaraan untuk menghitung jumlah penumpang yang harus membayar tiket.
Setelah menerima tiket, kami mencari tempat yang agak luas
untuk memarkir kendaraan. Di dekat pintu masuk, tidak terlihat ada petugas
parkir yang mengatur kendaraan seperti di pantai Simping, sehingga para
pengunjung dengan seenaknya memarkir kendaraannya.
Baru setelah berjalan sekitar 300 meter, kami menemukan
tempat parkir yang agak luas dan dekat dengan area permainan. Di lokasi ini
tampak beberapa tempat baru didirikan, seperti mushola dan tempat mandi.
Berbeda dengan pantai Simping yang berlumpur dan pantai
Pasir Panjang, di sepanjang pantai Bajau banyak dijumpai batu-batu besar,
sehingga menyulitkan bagi pengunjung untuk berenang. Meskipun demikian, pihak
pengelola menyediakan atraksi wisata pantai berupa perahu pisang (banana boat), perahu yang mampu membawa
6 orang penumpang dan ditarik menggunakan speed boat ke arah laut. Tarifnya
untuk 6 orang adalah Rp 200.000 selama 15 menit.
Cukup banyak pengunjung yang tertarik naik perahu pisang.
Karena hanya disediakan 2 buah perahu pisang, pengunjung harus antri menunggu
giliran untuk naik.
Selain itu, di lokasi ini juga ada perahu berbentuk bebek
yang juga dapat dinikmati oleh pengunjung untuk berkeliling danau di tepi
pantai. Sewanya Rp 20.000 per orang selama 15 menit.
Lokasi pantai Bajau bersebelahan dengan pantai Pasir Panjang
dan hanya dipisahkan oleh parit buatan selebar sekitar 2 meter. Beberapa pengunjung
yang berada di pantai Bajau, secara tidak sengaja sempat melintas dan
bermain-main ke pantai Pasir Panjang. Jika ketahuan petugas, mereka akan
diminta supaya kembali ke pantai Bajau. Demikian juga sebaliknya, jika ada
pengunjung pantai Pasir Panjang yang mencoba melintas ke pantai Bajau.
![]() |
Hal tersebut sering terjadi karena ketidaktahuan para
pengunjung. Seharusnya pihak pengelola membuat batas berupa pagar dan didirikan
papan himbauan atau pengumuman yang mudah dibaca pengunjung.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB dan
saatnya untuk bersiap-siap pulang. Sebenarnya, kami masih ingin ke kota
Singkawang melihat obyek wisata lainnya. Kata pak Aban, jaraknya sekitar 17 km
lagi. Karena waktu sudah sore dan khawatir terjebak kemacetan, akhirnya saya
memutuskan kembali ke Pontianak.
Benar-benar sebuah wisata yang lengkap dan berkesan, mulai
dari kebun binatang hingga pantai. Saya dan teman - teman sangat puas, karena dalam sehari
dapat melihat tiga obyek wisata yang berbeda dalam satu lokasi.
Tugu Khatulistiwa - Pontianak
Tugu Khatulistiwa atau Equator Monument
berada di Jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara, Propinsi Kalimantan Barat.
Lokasinya berada sekitar 3 km dari pusat Kota Pontianak, ke arah kota Mempawah.
Catatan pada Tugu Khatulistiwa dalam
catatan tersebut disebutkan bahwa : Berdasarkan catatan yang diperoleh pada tahun
1941 dari V. en. W oleh Opzichter Wiese dikutip dari Bijdragen tot de
geographie dari Chef Van den topographischen dienst in Nederlandsch- Indië :
Den 31 sten Maart 1928 telah datang di Pontianak satu ekspedisi Internasional
yang dipimpin oleh seorang ahli Geografi berkebangsaan Belanda untuk menentukan
titik/tonggak garis equator di kota Pontianak
Bangunan
tugu terdiri dari 4 buah tonggak kayu belian (kayu besi), masing-masing
berdiameter 0,30 meter, dengan ketinggian tonggak bagian depan sebanyak dua
buah setinggi 3,05 meter dan tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan anak
panah penunjuk arah setinggi 4,40 meter. Diameter lingkaran yang ditengahnya
terdapat tulisan EVENAAR sepanjang 2,11 meter. Panjang penunjuk arah 2,15
meter.Tulisan plat di bawah anak panah tertera 109o 20' OLvGr menunjukkan letak
berdirinya tugu khatulistiwa pada garis Bujur Timur.
Peristiwa
penting dan menakjubkan di sekitar Tugu Khatulistiwa adalah saat terjadinya
titik kulminasi matahari, yakni fenomena alam ketika Matahari tepat berada di
garis khatulistiwa. Pada saat itu posisi matahari akan tepat berada diatas
kepala sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda dipermukaan bumi. Pada
peristiwa kulminasi tersebut, bayangan tugu akan "menghilang"
beberapa detik saat diterpa sinar Matahari. Demikian juga dengan bayangan
benda-benda lain disekitar tugu.
Peristiwa
titik kulminasi Matahari itu terjadi setahun dua kali, yakni antara tanggal
21-23 Maret dan 21-23 September. Peristiwa alam ini menjadi event tahunan kota
Pontianak yang menarik kedatangan wisatawan.
Pada
saat saya mengunjungi tugu khatulistiwa, kota Pontianak sedang panas2 nya…
terik matahari membuat gerah seluruh tubuh. Memasuki tugu khatulistiwa, kita
akan di minta untuk mengisi buku tamu terlebih dahulu.
Didalam
ruangan tugu yang menurut saya hanya sebasar lapangan futsal saja, Nampak infomasi
pendirian dari tugu tersebut.
Hmmmmm
lumayan lah , seperti masuk kedalam museum saja perasaan saya saat itu.
Dan
akhir nya saat yang dinanti .. sesi foto-foto bareng teman2 hahahahaaa…
Oohhh
iya karna luas tugu yang terbatas, membuat tidak memerlukan banyak waktu dalam
mengelilingi dan melihat keadaan sekitar tugu,..
ooohh iya untuk informasi temen2 yang mau kesana, cuma ada warung kecil di sekitar tugu khatulistiwa.. jadiiiiiiii yaaa siap 2 kaya kami aja
tapii tetap suatu perjalanan yang sangat menyenangkan, lagian gak setiap orang kan bisa tugu khatulistiwa 0 derajat indonesia..Kamis, 06 Desember 2012
Anak Krakatau 3
Perlahan kapal kayu meninggalkan dermaga,
membelah lautan dengan pembatas pulau-pulau kecil yang masih berbungkus
hijaunya perpohonan. Hari ini akan membenamkan hiruk pikuk nya kota
jakarta kedalam dasar laut anak Gunung Krakatau — 15 nopember 2012.
Kapal mendarat pertama kali di pulau sabuku kecil. Sementara ranger
Rafauli trip sibuk memberikan pengarahan tips snorkeling, saya telah
mencicipi cara pengobatan tradisional karena terkena bulu babi.
Pengobatan menggunakan belimbing besi yang cairan asam-nya akan membuat
bulu babi yang rapuh dalam kulit membusuk. my bad day !
Petualangan snorkeling berlanjut ke pulau sabuku besar, kini saya
hanya bisa menatap teman-teman yang begitu antusiasnya melihat pesona
dasar laut dari kapal. Di kejauhan saya melihat sebuah gubuk tua yang
membawa lamunan pada mimpi lama yang ingin hidup di pulau, sebuah
keinginan yang dulu di mentahkan seorang tetua adat di Bangka dengan
nasehatnya “ ……. hidup dipulau seperti kami ini butuh pendampingan
hidup yang penuh dengan cinta, tanpa itu kamu bisa gila! hidup tanpa
kecanggihan teknologi akan membuat hari terasa lama berlalu….”.Red
Lamunan seketika membuyar.. kapal bergegas menuju pulau sabesi
seperti mendapat perintah dari perut yang mulai menderita kelaparan.
Hidangan siang itu di balai desa sangat nikmat sekali, ada ikan asin dan
sambal tradisional. Beberapa peserta memilih tidur siang di homestay,
sementara lainnya nongkrong di warung yang menjual gorengan. Saya
memutuskan menyusuri pantai dan berbicara dengan penduduk sekitar
tentang kehidupan di pulau.
jam 14.30 peserta bergegas kumpul di dermaga untuk menuju spot snorkeling yang ketiga, yaitu di pulau cianas & sawo.
Kali ini aku terjun ke laut lagi buat sekedar merasakan gelinya di
sengat ubur-ubur, ini juga karena tuntutan judul postingan yang mestinya
ada foto underwater ..ahhahahhaha
Sore mulai merayap, garis sunset mulai mengarah ke pulau umang-umang.
kapten kapal yang sibuk dengan lagu dangdut bergegas memuaskan hasrat
orang-orang jakarta ini akan sunset. Ternyata setelah mendarat di pulau
umang-umang sunset terhalang bukit pulau Sabesi yang berketinggian 884
meter dari laut, kapal melaju lagi ke ujung pulau untuk menikmati sunset
di atas laut.
ini mungkin memang moment terbaik saya… kapal sangat pas dengan posisi sunset sehingga maksimal befoto narsis ria dengan
background sunset.
Langganan:
Postingan (Atom)