Saat-saat yang menggairahkan ketika pertama kali memutuskan ikut trip
ke krakatau, yaitu tidur diatas kapal memandang bintang-bintang dan
mendaki anak gunung krakatau.
Di atas kapal kayu dengan alas pelampung, ombak yang tidak terlalu
keras memudahkan mata menikmati rasi bintang diatas kapal kayu yang
terus melaju. Banyak hal yang terpikirkan di malam itu, sampai terlelap …
nyenyak tanpa takut terjatuh ke laut.
Dini hari masih terasa gelap, kapal sudah mendarat di cagar alam
krakatau. Tanah masih terlihat bergaris sisa lukisan dari ujung-ujung
sapu, pulau ini terawat dengan baik
Pendakian anak gunung krakatau di mulai. sesekali aku berhenti
mengambil foto sunrise yang perlahan keluar dari laut. Sejujurnya!!
faktor nafas juga yah hahahha, mungkin ini saatnya menghentikan
kebiasaan makan di fast food..
sesampai di puncak tertinggi.. nafasku terasa mau putus, keringat
membasahi topi. Duduk dengan hawa panas merayapi tubuh dengan perlahan
aku kosentrasi mengatur detak jantung yang bergerak terlalu cepat. Ada
hal yang terpikirkan: “bagaimana turunnya, kalo menggelinding gimana?? bisa mati dah…
Sunrise di seberang laut memikat perhatianku, sekejap rasa kekhawatiran sirna seketika. Seperti dalam film pendek “suncatcher”
Joko Anwar, aku menangkap cahaya untuk melihat rasa bahagia.. ini
tangkapan yang hebat, dengan ketinggian +- 230 meter dari laut dan
menempuh jarak 120 km dari Jakarta, menyebrang selat sunda 37 km, +- 50
km ke dermaga Canti. Untuk seseorang yang selalu menghabiskan siang di dalam ruangan kerja, ini pencapaian yang luar biasa… *atur nafas.
Aku mulai memeluk erat lutut, susah melepaskan perasaan di saat
berada pada ketinggian hamparan laut dan sejajar dengan gunung. Setelah
berfoto berbagai gaya levitasi, aku mulai turun dari ketinggian
menapaki kembali jejak – jejak pendakian, tidak sedikitpun ada rasa
ketakutan.. seperti halnya karir !! ketika telah berada di ketinggian,
turun ke bawah itu jadi hal biasa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar